Pages

Minggu, 08 Desember 2013

Akhirnya Berkumpul Lagi

Tak Begitu Spesial



M
inggu ini terasa sama seperti biasanya dan tampak ada yang berbeda apalagi spesial. Mereka armada perubahan (red. Etoser) masa depan berniat untuk mencari ilmu dengan jalan yang benar. Beberapa revolutioner ini bersiap untuk pergi membimbing adik-adik binaan di Desa Produktif yang telah terprogram di Beastudi Etos Malang ini. Di minggu mereka kedatangan tamu spesial dalam membina adik-adik kali ini, beliau adalah pak Amir dari manajemen pusat beastudi indonesia divisi SDP (Sekolah Desa Produktif). Acara yang bertempat di Widlok (Widay Loka) ini dimulai kisaran pukul 13.00 waktu Brawijaya. Beberapa armada perubahan yang hadir di situ antara lain Sufiyah, Bthari, Leli, Amik, Riki, Jayuli, Ukhti Ana dan Akh Lalu tentunya, serta bapak Amir selaku evaluator yang memonitor jalannya pembinaan adik-adik kali ini.
Bakso President Malang
                Jam 14.00 waktu Brawijaya datanglah beberapa armada lain yaitu Haris, Priyanto, Ulin, Hasna, Nirma dan Lusi yang hadir karena akan mengadakan pembinaan angkatan mereka yang dinamai Rising Star. Pembinaan mereka kali ini akan berkunjung ke industri kuliner yang ternama di Malang Raya dan mungkin seantero Indonesia Raya pula. Mereka yang dipelopori Ukh Ana sebagai Supervisor dan Priyanto sebagai Kating (Ketua Tingkat) bergerak menuju Bakso President setelah menyelesaikan hajad dengan adik-adik SDP dan sedikit bincang-bincang dengan pak Amir. Setelah semua rebes (red beres) mereka berangkat dari kampus antar-berantah yang tercinta ini. Mereka berangkat kisaran pukul 15.15 waktu Brawijaya. Dengan keadaan gerimis yang pasti jadi ciri khas kota yang dulu katanya dingin ini mereka beranjak dari tempat pembinaan adik-adik menuju ke Gerbang Veteran kampus biru yang tahu mau diapakan oleh rektor berkumis lebat ini.
                Ketika sampai di samping Griya Medika mereka (Eri, Ukh Ana, Yogi, Riki, Pri, Amik dan Haris) harus tunggang langgang karena hujan mulai turun dengan derasnya. Dari sinilah babak aneh dimulai. Saat menunggu angkot untuk pergi ke lokasi pembinaan mereka sempatkan sedikit ceriwisan ala armada perubahan. Ketika angkot yang dinanti telah tiba, semua armada berlari untuk menghentikan angkot. Dengan kecepatan penuh sampai-sampai ponsel dari Eri terjatuh dan angkotpun juga tidak mau berhenti. Sungguh malu rasanya hati mereka. Menunggu sebentar akhirnya angkot yang mereka tunggu datang dan ditolak pula karena harga yang ditawarkan tidak sesuai tarif biasa. Tak lama setelah itu mereka langsung naik ke angkot lain tanpa menanyakan tarifnya. Dengan gelagat yang sopan sopir awalnya melayani mereka dengan santun, namun ketika ditanya tujuan mereka sang sopir langsung menceploskan harga yang sama dengan angkot sebelumnya kalau pengen diantarkan sampai tujuan. Sedikit berpikir akhirnya mereka memutuskan untuk memakai tarif biasa saja walau turun sedikit jauh dari lokasi yang akan dituju. Memang aneh dunia ini, masih banyak saja orang yang menolong dengan mengharapkan imbalan.
                Hal aneh yang kedua ialah ketika mereka berjalan melewati depan-depan took setelah diturunkan dari angkot dengan keadaan basah kuyup seperti anak kucing baru dimandikan. Mereka berjalan sekitar 300 meter dari tempat mereka diturunkan oleh sopir angkot yang memel saat kami membayarnya. Hal yang ketika yang terasa aneh ialah disaat ada jalan yang mudah dan mulus untuk ditapaki, mereka malah memilih menelusuri rel kereta api. Untung saat itu tidak ada kereta yang lewat, bisa kotiam kalau ada kereta yang lewat.
Pak Rahman (pemilik Bakso President)
                Sampailah mereka di tempat yang mereka tuju. Tanpa rasa malu mereka langsung masuk ke depot tanpa melihat kondisi mereka yang basah kuyup tersebut. Di dalam ukh Ana dan Haris melobi pegawai bakso president untuk dimintai waktu untuk interview. Pegawai tersebut malah mengarahkan kami untuk langsung menemui pemiliknya yaitu Rahman. Beliau menjelaskan asal-usul pemberian nama depot itu. Dulu ketika bapak atau abah begitu beliau memanggilnya masih menjual dengan cara memopong ombrengnya dari kampong ke kampung, setelah merasa lelah akhirnya abah membuka depot di belakang bioskop President dan itu yang menjadi cikal-bakal depot ini. Beliau juga menjelaskan depot ini cukup besar akhirnya membuka empat cabang tambahan dengan komposisi dua cabang tetap dan dua cabang franchise. Dan akhirnya dua cabang franchise tersebut akhirnya harus ditutup karena kualitas sumber daya manusia yang dipekerjakan tidak memenuhi ekspetasi dari beliau. Depot yang didirkan sejak tahun 1977 ini sekarang telah mempunyai omset hingga 200 juta perhari dengan rincian 1000 pelanggan datang ke Bakso President yang berada di jalan Batanghari dan di cabang lainnya sekitar 200 pelanggan yang datang. Depot yang kini memperkerjakan 25 pegawai di tiga unit yang masih berdiri. Pegawai di sini dibagi 2 shift  yaitu shift pertama dimulai pukul 8 pagi sampai pukul 4 sore dan shift kedua dari jam 4 sore sampai jam 10 malam. “Pegawai di sini digaji 20 ribu per hari, tapi mereka sudah dapat makan dan boleh tidur di sini kalau mereka mau”ujar pria yang mempunyai dua saudara perempuan. Beliau juga mengatakan kalau Abah adalah pencetus bakso goreng di Malang dan depot Bakso President juga pencetus kripik bakso di Indonesia. Bumbu yang ada di sini pun sangat rahasia dan tidak boleh orang lain tahu demi menjaga citra khas rasa untuk memikat pelanggan. Dan pesan yang disampaikan kepada mereka adalah untuk memulai suatu usaha harus dari nol dan jangan gengsi untuk bekerja sebagai apapun.
                Setelah melakukan perbincangan sebentar dengan pemilik depot itu mereka langsung mencari tempat duduk untuk mencoba Bakso President tersebut. Menunggu sekitar 20 menit menu yang dipesan siap disantap oleh armada perubahan yang gila gratisan ini. Setelah selesai makan mereka langsung pulang bak singa yang lari setelah makan mangsanya. Namun sebelum pulang ada kejadian aneh lagi, yaitu mereka menagih kalender yang tadinya dijanjikan untuk diberikan oleh pegawai depot tersebut. Menunggu sekitar 10 menit tiada muncul pegawai yang mengambilkan kalender tersebut. Akhirnya mereka pulang juga. Berangkat diiringi dengan hujan yang mengguyur, pulangpun ditemani dengan hujan deras yang mengguyur kota dingin yang sedang panasnya oleh one way ini.
Rising Star with pak Rahman

Tidak ada komentar: